Minggu, 28 Desember 2014

Kebahagiaan dan Penderitaan dalam Al-Qur’an Oleh: Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A.

Pada seminar kali ini, ada banyak hal yang bisa saya tarik sebagai hal yang menarik berkenaan dengan tema “ Kebahagiaan dan Penderitaan dalam Al-Qur’an”,  pada awal pembicaraan Prof. Ahsin tidak langsung masuk pada ranah kebahagian dan penderitaan yang digambarkan oleh al-Qur’an, melainkan  mencoba menerangkan hal-hal mengenai tema seminar. Adapun hal-hal yang menurutku menarik adalah sebagai berikut;

Berdasarkan tema di atas “Kebahagiaan dan Penderitaan dalam Al-Qur’an” Prof. Ahsin menjelaskan bahwa pembahasan al-Qur’an dalam tema-tema tertentu berarti menggunakan metodologi tematik dalam pengkajian al-Qur’an.
Manusia memiliki Ruh, Jiwa, Akal, dan Nafsu, yang menyempurnakan wujudnya, yang erat kaitannya dengan kebahagiaan dan penderitaan manusia
Salah satu penggambaran al-Qur’an tentang kebahagiaan dengan kata “al-Falah” yang berarti bahwa kebahagiaan didapatkan dengan perjuangan, pergerakan, atau usaha. Sementara penggambaran penderitaan dalam al-Qur’an salah satunya dengan kata “as- Sayyiat” yang merujuk kepada arti “kejelekan atau penderitaan”.
Manusia pasti mengalami kebahagiaan dan penderitaan. Adakalanya manusia mampu mengambil hikmah dari dua hal tersebut dan adakalanya manusia juga tidak mampu mengambil hikmah dari kedua hal tersebut.

Itulah empat point yang saya anggap menarik untuk dianalisis, saya akui keterbatasan saya dalam menangkap pembicaraan narasumber ketika seminar mereduksi kelengkapan dari isi seminar yang disampaikan.
Masuk pada point pertama, bertalian dengan metode tematik dalam pengkajian al-Qur’an. Apa itu metode tematik? Secara etimologi saja kita bisa tahu makna dari metode tematik itu, metode dalam KBBI memiliki banyak makna tergantung pada konteksnya, namun secara umum, metode diartikan “cara” teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Lalu kata tematik dalam KBBI diartikan bersangkutan dengan tema, kalau kita cari lebih jauh, Apa arti tema? Maka KBBI mengartikan tema dengan pokok pikiran.
Sebenarnya kita tidak perlu terlalu jauh menyelami kedua makna tersebut, karena pada dasarnya para pembaca yang budiman tentunya telah memahami makna dari kata-kata tersebut, hanya saja untuk memperjelas kedua kata tersebut perlu dilakukan penyelaman makna yang mendalam, dan akhirnya, metode tematik dalam pengkajian al-Qur’an dapat diartikan sebagai sebuah cara teratur yang digunakan dalam pengkajian al-qur’an dengan menitikberatkan hanya pada tema-tema atau pokok-pokok pikiran tertentu.
Lebih jauh lagi kalau kita merujuk pada sebuah buku yang disusun oleh Muchlis M. Hanafi, dalam buku tersebut dijelaskan bahwa metode tematik erat kaitannya dengan tafsir tematik (maudhu’i), yaitu tafsir al-Qur’an yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu.  Dalam buku tersebut disebutkan;

“selain diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap problematika umat, metode tematik sebagai yang paling objektif tentunya dalam batas-batas tertentu. Melalui metode ini, seolah penafsir mempersilahkan al-Qur’an berbicara sendiri melalui ayat-ayat dan kosakata yang digunakannya terkait dengan persoalan tertentu.”
Kemudian apabila kita merujuk kepada buku lain, bahwa metode tematik (maudhu’i) ini termasuk ke dalam penafsiran al-Qur’an dengan metode penalaran yang kemudian dibagi oleh Al-Farmawi menjadi empat macam metode dan metode tematik (maudhu’i) termasuk ke dalam pembagian yang dilakukan oleh Al-Farmawi. Metode-metode tersebut, yaitu metode tahlili, ijmali, muqarin, dan maudhu’i.
Berlanjut kepada point kedua yang bertalian dengan Ruh, Jiwa, Akal, dan Nafsu yang mempengaruhi kebahagiaan dan penderitaan manusia. apa kaitan dari keempat hal tersebut hingga bisa mempengaruhi kebahagiaan dan penderitaan, Prof. Ahsin tidak terlalu panjang lebar menjelaskan keempat hal tersebut, sehingga tidak sempurnanya wawasan yang saya dapatkan, namun jika kita telusuri bagaimana kemudian Adam as mengalami kehidupan setelah ditiupkan Ruh kepadanya, jadi Ruh itu menentukan kehidupan, keberadaannya pada jasmani manusia menyebabkan kehidupan manusia. Mungkin, pertanyaan yang melekat pada diri kita adalah apa sih sebenarnya Ruh itu? Dalam sebuah buku dikatakan
“Tidak terdapat satu unsurpun dalam jasmani manusia yang tidak memiliki persamaan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam bumi, kecuali rahasia yang sangat halus itu yang ditiupkan Allah padanya dari Ruh (ciptaan)-Nya, dan dengan Ruh itulah manusia menjadi unik dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.”

Perlu diketahui penjelasan akan Ruh sangatlah panjang, sehingga tidak bisa dimuat semua oleh review yang singkat ini, inti dari keberadaan Ruh menurut saya, menetukan hidupnya jasmani manusia, tentunya Ruh menetukan kebahagiaan dan penderitaan manusia, karena ia adalah aspek yang harus ada dalah hidupnya manusia, bagaimana mungkin seseorang bisa merasakan kebahagiaan dan penderitaan tanpa Ruh, tanpa Ruh, manusia tidak akan hidup.
Kemudian masuk kepada jiwa, apa sih itu jiwa, hingga ia mampu mempengaruhi kebahagiaan dan penderitaan manusia, kalau kita merujuk pada pengertian jiwa menurut Prof. Dr. Abdul Mujib, M.A. pada Seminar Nasional dengan tema “ Jiwa Manusia dalam Al-Qur’an, maka kita akan mendapatkan pengertian bahwa jiwa adalah gabungan antara Ruh dengan Jasad dan itu terjadi ketika 40 hari dalam kandungan. Karena jiwa terbentuk dari kedua hal tersebut, tentu mau tidak mau, jiwa memang terdiri dari unsur Ruh dan Jasad, lalu apa kaitannya dengan kebahagian dan penderitaan manusia, jawabannya akan saya jelaskan setelah kita mengenal seluruh komposisi yang dimiliki manusia.
Unsur lain yang dimiliki manusia adalah nafsu, Apa itu Nafsu? Merujuk kepada KBBI, kata Nafsu berarti keinginan (kecendrungan, dorongan) hati yang kuat. Nafsu adalah unsur yang diberikan kepada manusia tidak kepada malaikat, bisa dibayangkan jika manusia tidak memiliki nafsu, tentu manusia tidak berkeinginan. Lebih lanjut kepada unsur yang lain yaitu unsur Akal, Apa itu akal? Akal merupakan unsur pembeda antara manusia dan hewan. Hewan memiliki Nafsu tapi tidak dengan Akal. Merujuk kepada sebuah buku, dikatakan bahwa “akal” dalam pandangan agamawan adalah apa yang dengannya seseorang secara sadar mengabdi kepada Allah dan dengan menggunakannya seorang akan meraih surga-Nya” lebih jauh dikatakan bahwa akal bukan hanya daya pikir, tetapi penggabungan dari daya-daya yang dimiliki manusia yang menjadi penghambatnya masuk atau jatuh pada kesalahan.
Dalam kitab-kitab fiqih kita temukan bahwa berakal menjadi salah satu syarat dibebankannya hukum kepada manusia. Hal  itu menunjukkan beragama itu butuh kepada akal. Pertanyaan yang selalu muncul sebagaimana pertanyaan-pertanyaan kepada unsur manusia yang lain adalah, apa kaitannya akal dengan kebahagiaan dan penderitaan?
Baik kaitan-kaitan unsur-unsur yang dimiliki manusia dengan kebahagiaan dan penderitaan adalah pada dasarnya unsur-unsur tersebut bisa menjadi sebab  timbulnya kebahagiaan dan penyembuh dari penderitaan yang menimpa manusia.
Semuanya berawal dari Nafsu yang dimiliki manusia, manusia adalah makhluk dengan kebutuhan yang tidak terbatas atau keinginan yang tidak pernah putus. Jasmani manusia butuh kepada materi, ruhaninya butuh kepada hal-hal yang menghantarkan kepada sesuatu yang immateri. Manusia akan berusaha memenuhi kebutuhannya, terpenuhi dan ketidakterpenuhinya kebutuhan tersebutlah yang menyebabkan kebahagian dan penderitaan pada manusia.
Sebelumnya  perlu diketahui keberadaan Akal pada manusia adalah untuk media berfikir dan berbudaya guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, ketika penderitaan  menimpa tidak mungkin manusia akan diam saja, tentu ia akan berusaha dengan akalnya berbudaya untuk menghilangkan penderitaan-penderitaan yang menimpanya. Kita ketahui juga Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, tanpa mereka sendiri yang mengubahnya sendiri. Terakhir dari point kedua ini, unsur-unsur yang dimiliki manusia harus digunakan secara proporsional, jangan sampai digunakan secara berlebihan.
Kemudian beralih kepada point ketiga, penggambaran kebahagiaan oleh Prof. Ahsin dengan kata al-Falah yang berarti kebahagiaan itu didapatkan dengan perjuangan atau usaha. Ini tidak perlu dibantah, karena memang kebahagiaan tidak mungkin mendatangi anda tanpa anda yang harus melakukan pergerakan untuk mendatangkannya. Sama halnya dengan hal sederhana, ketika anda menginginkan buah mangga, tetapi anda hanya diam, tidak berusaha memanjat atau menggalahnya, atau menunggu buahnya jatuh, ketika jatuh anda hanya diam tidak bergerak tentu tidak mungkin buah itu mendatangi anda. Anda cukup meminta kepada saudara atau teman anda untuk mengambilkan. Permintaan anda kepada teman anda itu sudah termasuk ke dalam usaha anda untuk mendapatkan apa yang anda inginkan, jadi bergeraklah, temukan kebahagiaan itu dengan pergerakan-pergerakan ke arah yang positif. Kalau kita memperhatikan sejenak, kata al-Falah juga dipakai dalam azan-azan yang sering dikumandangkan “hayya alal falah” yang berarti “mari menuju kemenangan”. Pada konteks ini, antara kemenangan dan kebahagiaan tidak jauh berbeda, kemenangan juga pasti mendatangkan kebahagiaan, dan kemenangan sebagaimana kita artikan kebahagian di atas, kebahagiaan itu didapatkan dengan perjuangan maka kemenangan juga begitu. Dan kemenangan pada konteks azan berarti “didapatkan dengan sholat”. Namun kemudian apa yang telah diperjuangkan tak selamanya mencapai kemenangan atau kebahagiaan, hal ini kemudian menimbulkan penderitaan. Seseorang yang kalah dalam perjuangan tentu merasakan penderitaan. Tetapi bisa jadi ketika suatu perjuangan tidak sampai kepada kebahagian itu adalah suatu ujian dari Tuhan.

Berlanjut kepada point keempat yang intinya bahwa kebahagiaan dan penderitaan pasti menimpa manusia, adakalanya manusia mampu mengambil hikmah dari keduannya dan adakalanya pula manusia tidak mampu mengambil hikmah dari keduanya. Seseorang yang mendapatkan kebahagian, jika mampu mengambil hikmah dari kebahagian yang didapatkannya pasti banyak bersyukur kepada Tuhan, baik dengan lisan dan perbuatan. Sedangkan orang yang tidak bisa mengambil hikmah dari kebahagiaan yang telah didapatkannya, ia tidak akan pernah bersyukur, malahan dia akan berfoya-foya hingga penderitaan datang menghampirinya. Lalu kemudian, seseorang yang bisa mengambil hikmah dari penderitaan yang menimpanya pasti bersabar, menghadapi penderitaan tersebut.Ia percaya penderitaan yang dialaminya adalah ujian keimanan dari Tuhan. Sebaliknya orang yang tidak bisa mengambil hikmah dari penderitaan yang menimpanya, maka pikiran negatifnya terhadap Tuhan akan terus menyelimutinya, ia akan semakin menjauhh dari Tuhan, kehidupannya semakin meredup, bukanya berusaha menghilangkan penderitaan yang menimpanya, malah semakin jatuh  dan mati dalam penderitaan.

Jumat, 05 Desember 2014

Al- Qur’an Tak Perlu Diragukan

www.indiamuslim.com
Al- Qur’an Tak Perlu Diragukan

Pagi ini kelas pak zuhdi di awali presentasi dari kelompok Mustafa aqil, hamdan, dan lala. Sayangnya lala tidak ada karena ia pulang kampung. Kelompok ini membahas kemukjizatan al- Qur’an. Persentase yang menarik, kami ditunjukkan beragam aspek kemukjizatan al-Qur’an yang ada pada seluruh sisi, mulai dari bahasanya, maknanya, bunyinya, dan lain-lain. Sungguh kitab dengan kemukjizatan yang luar biasa, bukti kerasulan Muhammad Saw.

Persentase usai, namun tangan-tangan para cerdik pandai, teman-temanku terjunjung tinggi ke atas, ekspresi yang aku tangkap, ingin rasanya mereka segera memberikan kritik, pertanyaan, komentar dan sebagainya, sebagai pertanda mahasiswa yang memang hidup. Mereka satu persatu memberikan pertanyaan, sementara para pemateri memberikan jawabannya. Sesekali kelas riuh oleh teriakan dan tertawaan akibat kekoplakan yang ditampilkan para pemateri. Walhasil kelas juga ramai, sesak, dijejali kritikan, protes, dan sebagainya.