Sabtu, 20 Mei 2017

Sehari Meliput TGB


Berpagi-pagi kusiram badan ini dengan air shubuh buta. Kegiatan meliput yang tak berjarak dekat menuntutku melakukannya. Tak tanggung-tanggung, tugas meliput sosok Gubernur NTB, Gubernur yang ramai diperbincangkan di jagat sosial media atas prestasi dan kebijaksanaannya.

Cakung, tepatnya di pesantren NW di bawah Yayasan Mi’rajussibyan yang mengadakan Haul ke-19 Maulana Syaikh, TGB dijadwalkan hadir.  Seminar Politik Islam di Universitas Paramadina, hari yang sama pada jam yang berbeda; juga di Yayasan Komunikasi Indonesia atas undangan persatuan mahasiswa Kristen.

Padat benar  jadwal pak Gubernur, padahal ia baru saja melawat ke Natuna dalam rangka mengikuti pelatihan militer. Bahkan, tiga tempat tersebut bertambah satu, sebelum Cakung, Ia harus menghadiri peresmian Pesantren Al- Hilal, Jakarta Timur. Total empat tempat yang akan dikunjungi TGB. Pantas saja, seorang Yusuf Mansur terkesima dengan jadwal padat TGB.

Hilal usai, Cakung pun ia datangi, mengobati rindu santri dan santriwati, ustadz dan ustadzati, bahkan masyarakat yang sudah menanti-nanti.

Di Cakung, ia gelorakan semangat perjuangan dengan uraian cerita tentang Maulana Syaikh. Ia mengajak untuk memprioritaskan apa yang harus diprioritaskan dalam hidup. Yaitu menjaga diri dan keluarga dari api neraka dengan pendidikan.

Di Paramadina, ia datang dengan perspektif berbeda tentang Islam dan Demokrasi. Ia berbeda pandangan tentang menghadapkan Islam dan Demokrasi. Baginya, ada banyak titik persamaan antara demokrasi dan Islam, tapi yang muncul sekarang malah titik perbedaan kecil yang dibesar-besarkan. Selain itu, Ia konsisten menyatakan bahwa memajukan Agama berarti memajukan  negara, begitu juga sebaliknya.

Ia juga sampaikan makna pancasila menurut pribadinya, Pancasila berarti “kemanusiaan  yang berketuhanan”, berbeda dengan Soekarno (Trisila), Soeharto (P4), Abdurrahman Wahid (Pluralisme). Satu sila menyangkut ketuhanan, empat sila menyangkut kemanusiaan. Namun, ketuhanan sendiri tapak ujiannya ada pada kemanusiaan, tidak mungkin anda berketuhanan baik jika kemanusiaan anda tidak baik.

Usai menyampaikan materi, pamit TGB menjadi rebutan peserta yang ingin selfie dan welfie. Jarak panggung dengan pintu ruangan yang hanya beberapa meter dan tak cukup satu menit untuk bisa keluar, menjadi bermenit-menit;  Lucunya seminar harus terhenti sejenak, karena animo para peserta ingin foto ria bersama TGB. selfie, welfie, wawancara, menghiasi langkah kepergian TGB menuju acara selanjutnya.  

Sayang, acara ketiga batal, entah kenapa? Katanya sih ketidaksanggupan panitia, rombongan pun bergegas menerobos kemacetan menuju bandara Soekarno Hatta.
See ya next time.