Jumat, 17 Maret 2017

10-12 Maret 2012; Tiga Hari Mengait Jala Silaturrahim


Tiga hari yang menyibukkan, tiga hari bersejarah bagiku, anak muda dengan umur jagung, dihadapkan momen-momen penting organisasi; aku yang tergabung dalam himpunan mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH NW) Cabang Jakarta yang merupakan badan otonom dari organisasi Nahdlatul Wathan—satu  dari ormas Islam yang ada di Indonesia—mengikuti kegiatan-kegiatan silaturrahim yang dilakukan PBNW kepada ormas-ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

10 Maret 2017, aku dan kawan-kawan  bergegas menuju STAI al-Aqidah al-Hasyimiyah, tempat dimana ketua HIMMAH NW Cabang Jakarta meminta dijemput guna berangkat bersama ke Kantor Pusat Muhamadiyah, tempat diselenggarakannya Mou antara PBNW dengan PP Muhamadiyah. Sayang, kehadiranku dan kawan-kawan tidak tepat waktu, apalagi aku yang harus berkelabat mencari tempat beli pulsa, kuota yang sudah sekarat tidak mungkin bisa menyiarkan acara.

Setelah  kubereskan segala masalah mengenai kuota, dorongan pintu auditorium kantor pusat muhamadiyah seakan menjadi tanda berakhirnya doa dan berakhir acara Mou tersebut; momen penting itu tidak bisa kuabadikan, hanya remah-remah acara yang dilanjutkan dengan wawancara sekilas. Tak mengapa, karena hari itu cukup membuat bahagia, disebabkan pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh besar baik dari PBNW dan PP Muhamadiyah.

Di lain sisi, berakhirnya acara itu tidak membuat kami jera, seperti sudah layar terkembang pantang untuk mundur kembali, bagi kami yang meronta akan eksistensi demi kemajuan organisasi, menembus batas-batas malu untuk organisasi adalah sebuah kewajiban; hal itu pula yang membuat aku dan kawan-kawan memutar kata, beretorika, tapi tetap dengan niat yang memang baik, ingin berjumpa dengan tokoh-tokoh PBNW.

Setelah berunding dan mencoba mengkonfirmasi, tepat disaat raga sudah mengganggap pertemuan yang kami nafsui itu tidak akan merealita, pesan pertanda konfirmasi datang; aku dan kawan-kawan lalu melesat menuju Wisma NTB, tempat bermalamnya para Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Jakarta.

Apa yang kami harapkan terwujud juga, kami lalu bertemu dengan TGH. Hasanain Juaini, LC, MH., dengan hebatnya memupuk semangat kami para generasi muda, ide-ide briliannya, kepeduliannya kepada generasi muda; kami menawarkan acara “Istiqlal Berhizib”, Ia malah menawarkan kegiatan Camping untuk pemuda Internasional, dalam rangka promosi pariwisata halal NTB; buzzzzzzzzz……….menarik sekali tawaran tersebut. Ia menambahkan kalau kami bisa melakukan itu dignity kalian akan terlihat.

Usai TGH. Hasanain Juaini, Giliran TGH. Yusuf Makmun yang kami datangi, banyak petuah-petuah dan pesan-pesan yang kami dapatkan, hampir satu jam lamanya kami berbincang-bincang, perut kami dikocok pula dengan berbagai cerita yang sangat lucu. Bincang-bincang itu pun kami tutup dengan shalat Isya Berjamaah.

11 Maret 2017, menyambung informasi dan permintaan TGH. Hasanain Juaini yang mengabarkan adanya silaturrahim kepada PBNU, ia meminta kami hadir untuk meramaikan; lagi-lagi aku melesat bersama kawan-kawan menuju Kantor PBNU. Di sana, di luar prediksi, ternyata yang boleh masuk dalam ruangan hanyalah segelintir orang, Alhamdulillah…..beruntung sekali diriku bisa menjadi bagian dari segelintir orang tersebut. Aku diperbolehkan mendokumentasikan, bahkan mendengar dengan jelas maksud silaturrahim PBNW kepada PBNU; bahkan melihat dengan jelas respon dari ketua umum PBNU, KH. Aqil Siradj; momen berharga bagiku, setidaknya bisa aku ceritakan kepada cucu-cucuku di kemudian hari.

Ah….kadang berfikir, semoga ketiban jadi orang besar, karena sering bertemu sama orang-orang besar. Hari ini tidak cukup pertemuan dengan PBNU, ternyata malam harinya aku dan kawan-kawan juga harus menginap di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan yang ada di Cakung, untuk bertemu dengan KH. Suhaidi guna membahas pelantikan dan Wapa I HIMMAH NW Jakarta di Pesantren Tersebut; silaturrahim itu sangat berharga bagiku dan kawan-kawan, seorang KH. Suhaidi menganggap kami sebagai seorang adik yang perlu diayomi, bahkan ia meminta untuk berkata secara blak-blakan saja, ia meminta kami sebagai generasi muda yang berani.
Jam terus berputar, usai bertemu kyai, kamar khusus tamu masih menyala sampai jam setengah tiga, kami habiskan malam itu dengan bincang-bincang multitopik, mulai dari pergerakan bahkan sampai mengenai perempuan.

12 Marett 2017, Mobil kami kebut menuju Taman Mini Indonesia Indah, meski muka masih pajangkan ekspresi nikmatnya berlayar di lautan kapuk, kami tetap melaju untuk menghadiri pementasan seni suku sasak, yakni peresean yang diorganisir oleh anak-anak Merang Sasaq. Cukup menghibur kami, bahkan ada berbagai tarian dari para remaja-remaja cantik, sempat foto bersama pula.

Hari –hari yang melelahkan namun berkesan, setidaknya nikmat pergerakan dapat kami cicipi.
Salam Pergerakan; Kompak, Utuh, Bersatu

Salam Perjuangan; Yakin, Ikhlas, Istiqamah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar