Selasa, 25 November 2014

Majma’atul Bahrain: Metode terbaik untuk keilmuwan yang komprehensif dan bermakna

                                                              07 Nopember 2014


Majma’atul Bahrain
Metode terbaik untuk keilmuwan yang komprehensif dan bermakna

Jumat kali ini berbeda dengan jumat-jumat yang lalu. jumat kali ini seminar Nasional al-Qur’an menghadirkan Prof. Dr. Nasarudin Umar, M.A. ada banyak hal yang aku dapatkan  berkaitan dengan pengetahuan akan al-Qur’an. Sebelumnya perlu diketahui bahwa apa yang tertulis pada tulisan ini telah mengalami peleburan dengan pikiran-pikiranku, sehingga tulisan ini tidak sepenuhnya perkataan pak prof. tetapi tulisan ini adalah pengembangan juga terhadap perkataan pak prof.

Beliau berbicara tidak terlalu lama, tetapi isinya mengenyangkan. Ketika membahas ke-ummian nabi Muhammad saw, ia berkata maksud ke-ummian di sini bukanlah berarti tidak bisa membaca dan menulis, tetapi sebagaimana orang-orang qurays yang memang tidak pernah membaca dan menulis wahyu Tuhan, karena apa yang disampaikan Jibril as adalah wahyu sedangkan Nabi Muhammad Saw sebagai orang Qurays. Orang qurays sendiri hanya berkutat pada membaca dan menulis syair bukan wahyu Tuhan, bangsa yang biasa menulis wahyu adalah bangsa palestina.
Kata ummi sendiri bukan berasal dari bahasa arab asli, kata ini berasal dari bahasa Hebrew  yang berarti “kasih sayang” makanya ibu disebut dengan Ummi karena selalu memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Secara logis ketika nabi dikatakan tidak bisa membaca dan menulis itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin seorang nabi dengan status sosial pembawa wahyu Tuhan tidak bisa membaca dan menulis. Kaitannya dengan persangkaan para ulama yang menyatakan bahwa nabi memang tidak bisa membaca dan menulis dengan alasan orisinalitas al-Qur’an, karena kalau nabi bisa membaca dan menulis, takutnya al-qur’an dipersangkakan karya nabi Muhammad Saw. Ini adalah logika yang sedikit keliru, sama halnya dengan novel yang berisi bahwa Maryam memiliki suami, novel ini kemudian dilarang untuk diterbitkan oleh para kaum nasrani, karena novel ini berbahaya bagi ke-orisinalitas nabi Isa as sebagai anak Tuhan. Jika Maryam memiliki suami berarti nabi Isa bukanlah Anak Tuhan, makanya Novel tersebut sangat berbahaya.  Logika yang dipakai oleh orang-orang nasrani sama dengan halnya logika yang digunakan para ulama dalam hal nabi tidak bisa membaca dan menulis sebagai alasan keaslian al-qur’an.
Lalu beralih kepada kata iqra’ pada ayat pertama yang turun. Beliau mengatakan ada beberapa macam iqra’  yang ada pada beberapa ayat tersebut. Beliau membaginya menjadi empat tipe iqra; iqra’ pertama, kedua, ketiga dan keempat.  Iqra’ pertama dan kedua bisa dikatakan sebagai ilmu hushuli sedangkan iqra ketiga dan keempat sebagai ilmu huduri. Iqra pertama dan kedua juga erat kaitannya dengan metode memperoleh pengetahuan yang diterapkan barat, dan iqra’ ketiga dan keempat adalah metode memperoleh pengetahuan yang diterapkan timur.
Ketika seseorang baru sampai pada iqra pertama dan kedua, apa yang didapatkannya tidaklah seberapa, masih pada pengetahuan yang tidak sampai kepada hati, masih kering akan spiritualitas, apa yang didapatkan hanyalah pengetahuan yang belum tentu sampai kepada pengamalan. Lalu ketika beralih kepada iqra ketiga dan keempat, untuk masuk kepada kedua iqra’ ini membutuhkan kebersihan jiwa, sehingga masuk pada iqra ketiga dan keempat ini bukanlah hal sembarangan. Masuk kepada kedua iqra ketiga dan keempat akan membawa kita kepada lautan makna yang menambah spiritualitas.
Lalu metode apa yang seharusnya kita kembangkan untuk mencapai keilmuwan yang perpect ?   kaitannya dengan keempat macam iqra’ di atas. Bahwa fakhruddin ar-Razi memberikan   majma’atul Bahrain dalam kitab tafsirnya, yaitu berkumpulnya dua lautan, lautan itu adalah lautan eropa dan lautan Persia. Lautan eropa dinisbahkan kepada iqra pertama dan kedua atau erat kaitannya dengan ilmu hushuli, sedangkan iqra ketiga dan keempat dinisbahkan kepada laut Persia atau erat kaitannya dengan ilmu hudhuri. Maka metode yang perlu dikembangkan adalah yang sesuai dengan majma’atul Bahrain , yaitu kombinasi antara metode barat dan timur, antar iqra pertama dan kedua dengan iqra ketiga dan keempat. Kombinasi antara husuli dan huduri, magribi dan masyriqi. Dengan penggabungan kedua metode ini maka memahami al-Qur’an akan sangat dahsyat.

Lalu pak prof. berpesan kepada para mahasiswa untuk menjadi ashabul lail, mahasiswa harus menjadi temannya malam, hiduplah di malam hari, karena jarak antara Tuhan dan hambanya begitu dekat ketika malam hari. Lihatlah sholat, sholat lebih banyak di siang hari ataukah di malam hari? Pelantikan rasul pun di malam hari, ayat al-qur’an turun untuk pertama kalinya,  kebanyakan ayat turun di malam hari, dan ketika malam hari jiwa kita lebih bersih. Maka jadikanlah malam hari sebagai malam-malam untuk menambah keilmuwan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar