24/10/2014
Seminar Nasional
“Manusia
dalam Al-quran”
Oleh: Prof. Dr.
Seyyed Mofid Hoesini Kouhsari
Sekolah tinggi Filsafat Islam Sadra
Jakarta
Hal yang penting
sebelum memahami manusia dalam al-qur’an adalah memahami manusia itu sendiri
atau “ma’rifatunnafs” mengetahui diri sendiri. Pengetahuan akan ma’rifatunnafs saking urgennya dikatakan “ma’rifatunnafs”
sebagai “ummul ma’rifah”.
Masuk kepada
pembahasan, manusia disebutkan di dalam al-qur’an dengan banyak hal. Kadang
manusia disebut lemah, rendah, dan hina, namun terkadang manusia disebutkan
kuat, tinggi, dan mulia. Dua hal berbeda yang disebutkan dalam al-qur’an ini
menyebabkan kebingungan yang menimbulkan pertanyaan “apakah manusia memiliki
sifat baik dan buruk pada dirinya”
Menjawab pertanyaan
itu ada banyak pendapat, baik dari tokoh
muslim dan non-muslim, tetapi pak Proffesor lebih menaruh perhatian pada
pendapat tokoh muslim. Ada empat pendapat atau teori akan jawaban pertanyaan
itu, lalu ditambah oleh pak professor satu menjadi lima, berikut adalah kelima
teori tersebut beserta kritikan-kritikan terhadap teori itu;
· A. Manusia saat lahir sudah memiliki
potensi baik dan buruk, perjalan menuju
kedewasaan yang apakah mengikuti syariat atau tidak yang menetukan manusia itu
dipuji atau dicela. Teori inipun kemudian mendapat kritik:
§ Bahwa
teori ini bertentangan dengan konsep Tuhan yang bijaksana dan memberi, karena
teori itu menunjukkan tidak adanya campur tangan Tuhan atau bantuan Tuhan sejak
awal kepada manusia.
§ Teori
ini juga tidak bisa menjelaskan baik dan buruk berada pada posisi mana.
· B. Manusia memiliki fitrah dan hawa
nafsu, fitrahlah yang menjadikan manusia mulia dan hawa nafsulah yang
menjadikan manusia tercela. Teori ini mendapat kritikan yaitu manusia memiliki
banyak pujian atau ada banyak hal yang menjadikan manusia mulia, tidak terbatas
pada fitrah.
· C. Manusia dibagi menjadi dua level,
yaitu level takwini dan tasyri’I, pada level takwini manusia berhak dipuji,
sedangkan pada level tasyri’i yaitu ketika manusia menggunakan potensialnya,
pada perjalanan inilah yang menetukan manusia berhak dipuji atau tidak.
· D. Manusia memiliki dua tahapan
yaitu tahapan penciptaan dan tasyri’i. Pada
tahapan penciptaan pujian dan celaan itu sudah ada, tetapi tujuan dari
Tuhan pada tahapan ini hanya ingin memberitahukan bahwa realitas pujian dan
celaan ada pada manusia, bukan menciptakan manusia terpuji kemudian
menghinakannya. Adapun tahap kedua, ketika manusia sudah menggunakan
ikhtiarnya, apakah dengan baik atau buruk, hal inilah yang menentukan manusia
dipuji atau dicela.
· E. Ada dua kecendrungan pada diri
manusia, ada kecendrungan perolehan dan bukan perolehan. Kecendrungan perolehan
berkaitan dengan baik dan buruk, tetapi kecendrungan bukan perolehan berkaitan
dengan sesuatu yang memang sudah ada pada diri manusia, yaitu realitas alami,
naluri, dan fitrah. Realitas alami dan naluri bukan hanya ada pada manusia,
makhluk lain seperti binatang memilikinya, satu hal yang membedakan manusia
dengan binatang adalah fitrah, hal ini hanya dimiliki oleh manusia saja.
Baik itu tadi
lima teori yang menjawab pertanyaan di atas, kemudian lebih jauh tentang
fitrah, ada beberapa karakteristik fitrah, berikut karakteristik-karakteristik
tersebut:
·
Fitrah bukan bersifat perolehan
·
Fitrah bukanlah potensi
·
Fitrah khusus bagi manusia
·
Fitrah adalah karakteristik
manusia
·
Fitrah tidak berubah, ia kekal dalam diri manusia
·
Fitrah bisa menjadi petunjuk yang
baik bagi manusia
·
Fitrah ituj suci
Namun ternyata
fitrah juga ada yang didapatkan dengan perolehan yaitu didapatkan karena
pengetahuan atau proses belajar.
Adapun
karakteritik fitrah emosional adalah sebagai berikut:
·
Cinta kepada pengetahuan
·
Senantiasa ingin mencari
·
Cinta kepada kebaikan
·
Cinta kepada keindahan
·
Cinta inovasi
·
Selalu ingin menyembah
·
Cinta kesempurnaan.
Itulah hasil
seminar pada jumat kali ini, perlu diketahui bahwa tidak semua tulisan di atas
menggunakan bahasa asli dari penerjemahan karena bahasa tulisannya telah aku
rubah menggunakan bahasa sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar