“di tengah kerasnya kehidupan jalanan kota, akan selalu ada orang dermawan yang tak berpangkatkan penguasa, namun bermahkotakan keikhlasan.”
Sarma Saleem
Panas Jakarta tepatnya daerah Karet sangat menyengat siang itu, lalu-lalang kendaraan begitu sibuk, beberapa kali membentuk antrian panjang, menunggu lampu hijau tanda boleh jalan. Sementara Sarma dan Ustadz Bajang, terus berjalan tak memedulikan teriknya panas. Berbekal Google Maps, mereka berjalan melawan panas, menuju sebuah Masjid, milik KPP Pratama yang berada di daerah Karet, Masjid An-Nur. Sebuah masjid yang akan menjadi tempat Ustadz Bajang berkhutbah.
Mungkin karena diburu waktu, sehingga tak fokus, beberapa kali mereka tersesat dan salah tujuan. Kantor pajak yang akan yang dituju tak juga ketemu. Sarma dan Ustadz Bajang, malah masuk ke bagian pajak Kecamatan Tanah Abang, yang kebetulan dekat daerah situ. Mereka pun memutar langkah kembali, sembari melihat google maps,dan mencoba memberhentikan Bajaj, agar segera diantarkan ke Masjid An-Nur.
Sayangnya, Sopir Bajaj yang diberhentikan tak juga tahu tujuan tersebut. Akhirnya, Sarma dan Ustadz Bajang, menyegarakan langkah, karena khutbah sebentar lagi dimulai. Sampai pada akhirnya, Ustadz Bajang memutuskan meminta tolong kepada Bapak Ojol yang tengah berkutat dengan Handphone, menunggu penumpang yang memesan ojek online.
Bapak Ojol terlihat tua, badannya kurus, rambutnya sudah banyak yang memutih, setua motor yang digunakan menjadi Ojek Online. Namun, begitu mendengar Ustadz Bajang meminta tolong, ia dengan sigap mematikan handphonenya dan mengantarkan Ustadz Bajang ke tempat tujuan. Sayang seribu sayang, tujuan yang dituju ternyata bukan juga tujuan yang benar. Walhasil, Bapak Ojol yang tua itu putar balik, menembus kemacetan jalanan, hingga menyampaikan Ustadz Bajang pada masjid yang dituju.
Sarma yang ditinggal sendiri, masih mengandalkan google maps handphonenya, dengan tanda baterai merah, “aduh, bisa bahaya nih, masjid belum ketemu, baterai bentar lagi habis, tidak bawa charger lagi” ungkap Sarma resah membathin. Dan akhirnya, masjid yang menjadi tujuan Ustadz Bajang, berhasil Sarma temukan, dengan beberapa kali bertanya kepada warga.
Sampai di Masjid itu, tampak Ustadz Bajang sudah menaiki mimbar.
Singkat cerita, Usai prosesi jumat, Ustadz Bajang, menceritakan drama kehawatirannya, sebelum sampai di Masjid tadi. Harus berkejaran dengan waktu, tujuan salah, dan tak luput Bapak Ojol tua yang menginspirasi.
Bayangkan! Ini Jakarta loh. Daerah dimana rupiah demi rupiah begitu sangat berharga. Bapak Ojol tua yang mereka mintai tolong, tak mau menerima uang yang diberikan Ustadz Bajang, ia bersikeras “saya ini mau menolong,” Ungkap Ustadz Bajang menirukan kata Bapak Ojol. Tapi Ustadz Bajang pun dengan gercep mengeluarkan uang, lalu berlalu dengan gercep pula.
Sarma menduga, Bapak Ojol tak mau menerima, karena dimintai bantuan untuk segera mengantarkan seorang khatib yang tengah tersesat.
Well, itulah pengalaman Sarma dan Ustadz Bajang di jalanan. Jalanan kota yang tak selalu identik dengan kerasnya kehidupan. Biasanya kita melihat pengamen, pengemis, tunawisma, pedagang kaki lima, yang terus bergulat dengan kerasnya hidup, menjaring rezeki dari jalanan kota. Tetapi, pengalaman Sarma dan Ustadz Bajang, menunjukkan di tengah kerasnya kehidupan jalanan kota, akan selalu ada orang dermawan yang tak berpangkatkan penguasa, tapi bermahkotakan keikhlasan. Bapak Ojol tua contohnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar