Rabu, 19 Juli 2017

Bersyukurlah Kita Dilhahirkan Muslim



Ku pejamkan mata sembari memegang Mushaf Suci, lalu ku ucap dalam hati, membayangkan diriku berbicara dengan Tuhan, “Jika ada ilham kebaikan yang aku dapatkan setelah membaca satu ayat kitab suci-Mu, maka itu tidak lain dari-Mu. Jika kesalahan, kekurangan yang aku tuliskan, maka itu tidak lain dari diri yang fana ini”. Lalu, kumulai membuka dan memusatkan perhatianku pada pojok kanan lembar suci.

Kutemukan Ayat ke 24 dari surah al-Hajj (22), yang berbunyi:
(#ÿrßèdur n<Î) É=Íh©Ü9$# šÆÏB ÉAöqs)ø9$# (#ÿrßèdur 4n<Î) ÅÞºuŽÅÀ ÏÏJptø:$# ÇËÍÈ  
dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang Terpuji.

Siapakah mereka yang ditunjuki ucapan-ucapan yang baik dan jalan yang terpuji? Aku mencoba menebak siapakah mereka yang terkasih ini. Tentu, hanya orang terkasih yang mendapatkan tuntunan Ilahi ini. setelah ku mulai melihat ayat sebelum ayat ini, tiada lain, orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh yang dimaksudkan ayat ke-24 ini.

Lalu, kumulai bertanya kembali, seperti apakah perkataan yang baik? Dan seperti apa jalan yang terpuji itu? Apakah perkataan yang menenangkan dan mendamaikan?, dan jalan yang terpuji, apakah jalan yang tidak ada cela? Secara umum khazanah pengetahuanku menyuratkan demikian.

Tafsiran Syaikh kita, Wahbah az- Zuhaili, setidaknya bisa memberikan penjelasan jelas, dalam kitabnya ia menjelaskan, bahwa pertama ayat ini dikelompokkan menjadi ayat yang berkaitan dengan pembalasan terhadap orang kafir dan mukmin, mulai dari ayat 19-24. Perkataan yang baik menurut Syaikh tidak lain adalah kalimat tauhid. Sementara jalan yang terpuji, tidak lain dimaksudkan adalah Surga. Mereka ditunjukkan jalan terpuji atau tempat, atau ditunjuki Jalan Tuhan yang terpuji.

Menarik Ibn Abbas, dikutip juga oleh Syaikh pada kitabnya, bahwa Jalan Allah (Shiratillah) di dunia adalah Islam.

Inilah nikmat yang patut kita syukuri, sebagaimana selalu disebutkan dalam dakwah Guru Besar kita, Tuan Guru Bajang, bahwa nikmat yang patut disyukuri adalah nikmat keimanan. Maka beruntunglah kita yang dilahirkan oleh keluarga Muslim, meski ada yang bilang “Agama Warisan”, tapi patut disyukuri, seandainya kita dilahirkan pada kelurga non-muslim, mungkin kita akan sulit mengecup jalan Tuhan yang diridhoi ini. Perlu untuk dilakukan adalah terus menggali keislaman kita, agar benar menjadi agama tanpa embel-embel warisan.

Pada dasarnya semua kita dilahirkan pada fitrahnya, namun, ibu-bapak kita yang berperan membuat kita menjadi Yahudi, Nasrani, atau Non-Muslim. Perjuangan anda berat kawan, semoga terjelaskan dan masuk dalam Shiratillah, amin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar