Sabtu, 22 Juli 2017

Tak Jadi Nabi Bukan Berarti Kau Tak Terpilih


Seperti pagi-pagi sebelumnya, usai menuntaskan berbagai jadwal pribadi setelah shubuh. Aku mulai mencampur gula dengan beberapa sendok teh kopi Lombok. Aroma dan harum yang dikeluarkan seketika menghilangkan pilek yang menderaku sedari bangun shubuh tadi.

Setelah menyeruput dan menghirup beberapa kali, aku mulai melihat kalam suci al-Qur’an, satu ayat saja pada pojok kanan. Pagi ini, aku fokuskan pandanganku pada ayat ke 52 dari surah Maryam. Jenis ayat yang sama dengan pagi-pagi sebelumnya, ayat yang berbentuk cerita dan pendek, berbunyi;
çm»uZ÷ƒy»tRur `ÏB É=ÏR$y_ ÍqÜ9$# Ç`yJ÷ƒF{$# çm»uZö/§s%ur $|ÅgwU ÇÎËÈ  
Dan kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung (Sinai) dan kami dekatkan dia untuk bercakap-cakap.

Siapakah yang dipanggil dari sebelah kanan gunung Sinai? Dan ada prihal apa, sehingga ia  dipanggil? Masih seputar khazanah pengetahuanku akan Thur, sepertinya ini dekat dengan Nabi Ibrahim as atau tidak Nabi Musa as. Ia kalau tidak salah antara dua nabi ini, Aku tidak terlalu ingat, mana yang benar di antara keduanya.

Kita tidak akan mengerti maksud dari ayat ini, karena ialah potongan cerita, potongan kabar, potongan informasi dari ayat sebelum ataupun sesudahnya. Untuk itu, melihat ayat sebelum dan setelahnya pasti  diperlukan dalam hal ini.
Sebelumnya, menarik untuk dipertanyakan, seperti apa panggilan tersebut, apakah melalui suara dzohir atau suara yang terdengar di dalam bathin yang terpanggil saja.

Baiklah, mari kita lihat penafsiran syaikh kita, Wahbah az- Zuhaili. Sekilas saja melihat penafsiran Wahbah az-Zuhaili, sudah terpampang tema besar, yang mengelompokkan ayat ke 52 bersama ayat ke 51 dan 53, pada tema kisah Musa as. Demikian, tidak lain yang dipanggil dari sebelah kanan gunung Sinai adalah Nabi Musa as. Panggilan Allah itu terkait kedudukan yang diberikan kepadanya sebagai “Kalimullah” dan diturunkannya kitab taurat. Ia didekatkan pada derajat kemuliaan dan kedekatan yang dekat dengan Allah.

Kenapa demikian?  Itu karena Nabi Musa adalah nabi yang ikhlas, bahkan ia termasuk ke dalam Nabi Ulul Azmi (Musa as, Isa as, Ibrahim as, Nuh as, dan Muhammad as). Allah pun merahmatinya, dengan mengabulkan doanya, menjadikan Harun as sebagai nabi, dan bersama-sama menyampaikan risalah kepada fir’aun.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari kisah Musa as ini? seseorang yang memiliki derajat kemulian dan teladan yang baik akan menjadi contoh yang terus diceritakan, sebagaimana perintah Allah pada ayat ke 51, kepada Nabi Muhammad untuk menceritakan kisah Musa, tepatnya teladan dan sifat Musa as.

Memang, Musa as adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah sehingga Allah memberinya derajat dan menjaganya. tetapi, tanpa ia mengikhlaskan dan menjaga diri tentu ia tidak akan mendapat kemuliaan. Sama halnya dengan kita, bukankah lahirnya kita di dunia ini sudah memasukkan kita kepada orang –orang yang terpilih. Kita dibesarkan dalam keluarga muslim karena kita terpilih. kita diminta menjadi khalifah di bumi bukan makhluk yang lain, karena kita  terpilih.

Demikian, yang perlu kita lakukan adalah memberikan akal dan hati kita untuk berfikir, jangan sampai kita terjerat pada hal-hal yang membuat kita menyia-nyiakan nikmat keterpilihan kita.

Terakhir, tak menjadi nabi bukan berarti kau tak terpilih, tapi karena Tuhan hanya ingin melihatmu berfikir dan berusaha lebih dari nabi. Meski kau tak akan pernah menjadi nabi atau mendapatkan risalah kenabian.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar