Beberapa kali
sambungan ayat demi ayat yang kubaca tak karuan, rasa kantuk yang datang dan
pergi membuat fokusku hilang. Oh, ingin rasanya segera merebahkan badan. Namun,
melawan kantuk serasa perjuangan di medan perang, satu persatu kubaca ayat
al-Qur’an dengan pelan, bak menghunuskan bambu runcing di tengah perang
geriliya, mati satu sembunyi, mati satu sembunyi, selesai satu ayat terpejam,
selesai satu ayat terpejam, hingga dua lembar setiap selesai shalat itu selesai
juga.
Sayangnya, kantuk
ini terus menghinggapiku, aku akhirnya takluk, tapi bukan takluk
setakluk-takluknya. Kurebahkan badan, tak memejamkan mata ini, karena kutahu,
memejamkan mata sama saja menghilangkan kesempatanku menulis pagi ini. aku lalu
memutar beberapa shalawat yang tersimpan offline di apps youtubeku, sesekali
aku sempat terpejam dan bangun kembali. Takut, terlampau terpejam, segera
kubuat segelas kopi Lombok, harumnya menohok kekantukan, hingga jelaslah
kefokusanku.
Ayat ke 52 dari
surah Asyuura menjadi perhatianku pagi ini. sekilas, terlihat ayat ini
berbicara mengenai al-Qur’an, ayat ini berbunyi:
Dan demikianlah kami
wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (al-Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya engkau
tidaklah mengetahui apakah kitab (al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi kami
jadikan al-Qur’an itu cahaya, dengan itu kami memberi petunjuk siapa yang kami
kehendaki di antara hamba-hamba kami. Dan sungguh engkau benar-benar membimbing
(manusia) ke jalan yang lurus.
Pertanyaan yang
muncul apakah itu ruh? Jika pada terjemahan ayat ini disebutkan ruh yang
dimaksud adalah al-Qur’an, ini sejalan dengan penggunaan kata pewahyuan. Namun,
jika tidak, maka akan melahirkan berbagai makna terkait ruh. Bukankah ruh dalam
khazanah pengetahuan umumnya adalah sesuatu yang menjadikan badan ini hidup. (Baca Juga: Meniru Keluasan Ampunan dan Maaf Tuhan )
Tapi kalau melihat
keseluruhan ayat ini, kita melihat pengunaan kata-kata yang lekat dengan al-Qur’an,
seperti kitab, pewahyuan, membimbing (menunjuki), istilah-istilah yang sering
kita dengan kalau membicarakan al-Qur’an. Baik untuk lebih menjelaskan dan
meyakinkan kita, mari kita simak penjelasan Syaikh Wahbah az- Zuhaili terkait
ayat ini.
Setelah melihat,
bagaimana Syaikh Wahbah az-Zuhaili mengelompokkan ayat ke dalam tema “macam-macam
wahyu”, ini sedikit memberikan kejelasan bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini
adalah al-Qur’an. Wahbah az-Zuhaili
menjelaskan dalam kolom mufradat al-Lughawiyah, bahwa qur’an itu seperti ruh, wahyu disebut ruh,
karena dia menghidupkan hati.
Ayat ini berkaitan
dengan ayat sebelumnya, ayat ke- 51 yang
turun untuk menjawab pertanyaan orang Yahudi kepada nabi, apakah ia sudah berbicara
dengan Tuhan sebagaimana Musa, dan ayat 51 turun untuk menunjukkan bahwa Musa
pun tidak pernah berbicara secara langsung dengan Tuhan. Karena Wahyu turun
dengan tiga cara, melalui mimpi, hijab, dan utusan. Kemudian, ayat 52
menegaskan bahwa Muhammad saw pun menerima wahyu sebagaimana para nabi
sebelumnya.
Lalu, sebagaimana
al-Qur’an membimbing atau memberi petunjuk, maka begitulah seorang rasul tentu
memberikan petunjuk, dan Nabi Muhammad saw membimbing kepada jalan yang
lurus. Dijelaskan juga, al-Qur’an
membimbing kepada agama yang qayyim, yaitu agama Islam. Penjelasan ini
dijelaskan oleh Syaikh Qurtuby.
Pertanyaan yang
selalu muncul untuk mengakhiri tulisanku pagi ini adalah “apa yang bisa kita
teladani, atau ambil pelajaran?” sedikit yang bisa terjelaskan olehku, namun
setidaknya memberikan inspirasi pribadi melihat satu ayat kitab suci.
Ada banyak cara
Tuhan mengirimkan kalam-kalam petunjuknya kepada manusia, demi tercapainya
kehidupan manusia di rel “Shirathal Mustaqim”. Ini yang seharusnya kita teladani, untuk mencapai
tujuan, cita, ataupun mimpi kita, gunakanlah berbagai cara, dengan catatan,
cara-cara tersebut adalah cara yang baik. Seperti ungkapan “banyak jalan menuju
Roma”.
Sumber Foto:
http://image-serve.hipwee.com/wp-content/uploads/2016/02/134-750x422.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar