Jumat, 13 Juni 2014

MEMBACA UNTUK BELAJAR: TANGAN CERDIK MOSES ATAS SEJARAH


MEMBACA UNTUK BELAJAR: TANGAN CERDIK MOSES ATAS SEJARAH


Sebelum saya memberikan komentar atas artikel ini,terlebih dahulu aku memberikan analisisku terhadap teks ini.
Artikel dari Koran Tempo ini dapat aku  katakan cukup jauh dari kesalahan. Dari beberapa paragraf yang aku baca, aku baru menemukan kesalahan penulisan pada paragraf  ke-4 baris terakhir, yaitu kata antaragama , seharusnya kata antar dan agama dipisah menajadi antar agama.


Adapun kalau dilihat dari segi EYD, artikel ini telah memenuhi standar EYD. Lalu aku mencoba untuk menganalisis  judul artikel ini “MERPATI PERANG SALIB” sebagai judul utama, kemudian judul kecilnya “sebuah buku yang mengetengahkan dua tokoh besar pro-perdamaian dalam perang salib kelima” , tetapi aku tidak yakin juduk kecil yang aku tulis tersebut termasuk judul, itu karena jika kalimat tersebut termasuk judul kecil, maka tentu antara judul utama dan judul kecil dipisahkan oleh tanda titik dua (:). Dari penulisan judul dalam artikel ini , mengambil kesimpulan bahwa judul harus dituliskan dengan hurup kapital.
Beralih kepada penulisan nama orang dan tempat, aku melihat kejanggalan bahwa nama orang FRANSISKUS ditulis dengan huruf kapital, sedangkan pada paragraf-paragraf yang lain, awal huruf dari nama saja yang kapital. Setelah aku teliti, dalam istilah pemberitaan atau jurnalisme, kata dengan penulisan kapital di awal sebuah berita dinamakan lead , lead harus ditulis dengan huruf kapital dalam melakukan pemberitaan. Adapun pada paragraf –paragraf yang lain hanya huruf awal saja yang kapital bagi sebuah nama, terlepas sebuah nama berada setelah titik ataupun koma. Begitu juga dengan penulisan tempat, nama sebuat tempat harus ditulis dengan hurup kapital awalnya.

Sebelum beralih kepada analisis yang lain, aku tidak ingin meninggalkan kejanggalanku terhadap nama yang ditulis  Salahuddin al-Ayyubi, yang menjadi pertanyaanku kenapa kata al pada nama tersebut tidak berhurup capital? Maka dapat disimpulkan kata al tidak termasuk nama sehingga tidak dikapitalkan.
Kemudian banyak dari tahun hanya ditulis angkanya saja tanpa kata tahun, Setelah  aku teliti contohnya pada paragraf pertama , kata tahun telah disebutkan pada baris ke-2 . Jadi,  aku menyimpulkan ,jika tahun sudah disebutkan di awal, maka tidak perlu lagi menyebutkannya. Tetapi ternyata pada paragraf yang lain , angka yang menunjukkan tahun tidak diikuti oleh kata “tahun” , tetapi sebelum angka tersebut ada kata “pada” yang menunjukkan waktu, jadi kesimpulan terakhirku jika angka sudah didahului kata “pada” maka tidak perlu lagi menaruhkan kata “tahun” setelahnya, karena itu  hanyalah pembubaziran kata.
Selanjutnya aku menemukan kata “kedua” , “ke-13”, dan 1099 dan lain-lain, dari kata –kata tersebut  timbul pertanyaan dalam pikiranku, kenapa kedua tidak diangkakan saja atau ke-13, 1099 dan lain-lain tidak dituliskan saja. Untuk itu aku teringat kepada diskusi pelatihan SPS , seniorku di SPS mengatakan  “dalam tulisan angka 1-9 ditulis,sedangakan yang lebih dari itu diangkakan” itulah kenapa angka dua tidak diangkakan ,karena kaidah dalam pengangkaan seperti yang telah aku  sebutkan .
Terkait dengan penulisan paragraf, aku melihat tulisan ini setiap paragrafnya ditulis secara konsisten dengan  tiga kalimat. Hal ini sesuai dengan kaidah penulisan paragraf, suatu paragraf  harus dibentuk dari 3-4 kalimat. Kemudiann ada banyak tanda hubung yang kulihat diakhir bagian baris kalimat, tanda hubung itu berfungsi untuk menghubungkan bagian suku kata yang terpisah.

Penulisan data buku sudah benar keakuratanya,tetapi  seharusnya  tidak semuanya ditulis dengan huruf kapital , terutama untuk kata sebelum tanda titik dua, seharus  yang kapital hanya huruf bagian awal saja.

Comentar:
Fakta sejarah yang hadirkan pada artikel ini menarik, fakta sejarah yang terjadi bertahun-tahun yang silam memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri untuk dibaca. Dan artikel ini telah cukup berhasil meningkatkan rasa penasaranku  untuk menelusuri sejarah perdamaian di perang Salib kelima.
“Cocok untuk dibeli dan dibaca” inilah yang bisa kuungkapkkan terhadap buku SANTO dan SULTAN , sekilas gambaran dari artikel MERPATI PERANG SALIB menunjukkan buku tersebut sangat menarik. Buku itu  bisa menjadi media tamasya ke zaman lalu.  Anda tidak perlu meminjam mesin waktu Doraemon untuk pergi ke masa perang Salib, cukup membaca buku tersebut , anda akan dibawa berfantasi menuju masa silam (perang Salib).
Hal ini tidak lain karena tangan cerdik Paul Moses. Sekalipun  fakta sejarah yang dihadirkan oleh Moses telah banyak disisipi fiksi oleh pengarang-pengarang buku yang berkaitan dengan kisah tersebut, namun Moses ternyata mampu memisahkan antara fakta dan fiksi dari sejarah tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar