Minggu, 08 Juni 2014

ketika media keluar dari jalurnya



Ketika media keluar dari jalurnya

Segala sesuatu jika keluar dari jalurnya, tentu tak lagi mengasyikkan bahkan menjadi menyengsarakan. Kita  bisa bayangkan misalnya sebuah kereta yang keluar jalur tentu akan menjadi masalah yang serius dan menderitakan, akan ada yang kehilangan, sekalipun hal positif dari semua itu pasti ada meskipun dalam kuantitas yang kecil. Dalam hal ini kereta yang keluar jalur hingga terjadi kecelakaan, maka polisi bisa bekerja, mobil ambulan aktif, penjual kain kafan laris, penggali kubur dapat pekerjaan, dan sebagainya, bahkan karena kecelakaan tersebut pihak kereta api akan lebih serius memperhatikan kereta ,agar kecelakaan yang seperti itu tidak terjadi lagi.
Persis dengan judul di atas “ ketika media keluar dari jalurnya” , pasti aka nada banyak hal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sebelumnya  perlu diketahui judul tersebut adalah sebuah tema dari Talk Show yang diadakan oleh Lensa Kontak , bertempat di Kampus Akademi Pimpinan Perusahaan. Acara talk show itu mendatangkan beberapa narasumber seperti Amir Siregar, Mas Arif, dan Mas Erik seorang karyawan dari VIVA News.

Acara ini mengambil tema “ ketika media keluar dari jalurnya” melihat kondisi media saat ini yang melakukan keberpihakan terhadap calon presiden tertentu, padahal media seharusnya netrlan dan memberikan informasi yang berimbang  kepada masyarakat, karena media merupakan jembatan masyarakat atau  penyambung lidah masyarakat.
Talk show ini sangat menarik , moderator langsung kepada titik point yaitu media melakukan keberpihakkan terhadap calon presiden tertentu, apakah itu sah atau boleh?
Amir siregar seorang pembicara senior dalam acara ini langsung flashback kepada sejarah bahwa dulu Pers  dikontrol oleh Negara, segala informasi yang akan disampaikan oleh sebuah pers harus disetujui oleh Negara, ini menyebabkan para jurnalis atau wartawan terbatasi, namun barulah diadakan reformasi yang memberikan kebebebasan untuk memberikan informasi sesuai kenyataannya, tetapi pada zaman reformasi ini para media terjebak oleh kapitalisme, dimana pemegang sebuah lembaga pers sebut saja media elektronik dipegang oleh orang-orang yang terlibat dalam politik, sehingga mau tidak mau terjadi keberpihakan sesuai dengan yang diinginkan pemilik dari media tersebut.
Lalu ketika dikatakan bahwa media harusnya netral, terjadi sebuah dilema perang bathin dalam hati para wartawan , karena berita yang mereka buat tidak sesuai dengan nurani  mereka, disebabkan intervensi dari atasan. Mas Erik dalam hal ini mengalami hal tersebut, bahkan tidak hanya dia tetapi pimpinan redaksinya pun ada yang mengundurkan diri karena tidak kuat melawan nurani mereka, mas Erick sendiri sudah membuat berita sesuai dengan kaidah –kaidah pers tetapi ketika sudah naik terjadi perubahan atau penyalinan, bahkan berita yang ia buat tidak naik-naik.
Tentu ketika media melakukan hal yang seperti itu maka harus ditegur, dalam hal ini komisi penyiaran Indonesia dan masyarakat sipil harus berpartisifasi.
Mas amir menambahkan bahwa kita itu berada dalam naungan demokrasi , yang tentunya kita memiliki freedom of expression, freedom of speech , freedom of press, tetapi memenuhi semua dari kebebasan tersebut tidak cukup, kita akan kembali kepada keotoriteran, untuk itu diperlukan diversity atau keberagaman dalam hal kepemilikan dari sebuah media, contohnya di jakarta  satu stasiun TV harus dipegang oleh satu orang.

Melihat media yang sudah carut –marut seperti ini maka bagaimana peran atau gerakan dari mahasiswa di dalam menyikapi permasalahan ini?
Mas Arip mengatakan bahwa mahasiswa sudah melakukan gerakan –gerakan seperti demonstrasi tapi yang diangkat oleh media itu bentroknya bukan kenapa ia bergerak, sehingga masyarakat menjadi berfikir negative kepada mahasiswa.
Untuk itu sekali lagi regulator harus tegas dan harus ada class action, selain itu salah satu narasumber menambahkan bahwa kita harus berfikir seperti media dalam  merespon hal yang seperti ini. Sementara Mas Erick mengatakan masyarakat harus jeli di dalam menonton berita atau media.
Mas Arif mengatakan masyarakat yang pintar tidak selesai menonton satu berita di salah satu stasiun tv tetapi menonton bermacam media sebagai pengimbang, misalnya disini kita ketahui Metro TV atau TV One yang berpihak pada calon tertentu , maka imbangi dengan menonton stasiun TV lainnya seperti SCTV TVRI, dan sebagainya.
Mas amir menambahkan kita harus mengenal media ,kita harus kritis melihat berita tersebut, tontonlah media yang netral, lihat semua media .
Terakhir ketika ditanya tentang media berpolitik Mas Amir mengatakan bahwa politik media hanya satu yaitu mengabdi kepada publik dan menjaga indepedensi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar