Ketika media
keluar dari jalurnya
Segala
sesuatu jika keluar dari jalurnya, tentu tak lagi mengasyikkan bahkan menjadi
menyengsarakan. Kita bisa bayangkan
misalnya sebuah kereta yang keluar jalur tentu akan menjadi masalah yang serius
dan menderitakan, akan ada yang kehilangan, sekalipun hal positif dari semua
itu pasti ada meskipun dalam kuantitas yang kecil. Dalam hal ini kereta yang
keluar jalur hingga terjadi kecelakaan, maka polisi bisa bekerja, mobil ambulan
aktif, penjual kain kafan laris, penggali kubur dapat pekerjaan, dan
sebagainya, bahkan karena kecelakaan tersebut pihak kereta api akan lebih
serius memperhatikan kereta ,agar kecelakaan yang seperti itu tidak terjadi
lagi.
Persis
dengan judul di atas “ ketika media keluar dari jalurnya” , pasti aka nada
banyak hal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sebelumnya perlu diketahui judul tersebut adalah sebuah
tema dari Talk Show yang diadakan oleh Lensa Kontak , bertempat di Kampus
Akademi Pimpinan Perusahaan. Acara talk show itu mendatangkan beberapa
narasumber seperti Amir Siregar, Mas Arif, dan Mas Erik seorang karyawan dari
VIVA News.
Acara
ini mengambil tema “ ketika media keluar dari jalurnya” melihat kondisi media
saat ini yang melakukan keberpihakan terhadap calon presiden tertentu, padahal
media seharusnya netrlan dan memberikan informasi yang berimbang kepada masyarakat, karena media merupakan
jembatan masyarakat atau penyambung
lidah masyarakat.
Talk
show ini sangat menarik , moderator langsung kepada titik point yaitu media
melakukan keberpihakkan terhadap calon presiden tertentu, apakah itu sah atau
boleh?
Amir
siregar seorang pembicara senior dalam acara ini langsung flashback kepada
sejarah bahwa dulu Pers dikontrol oleh
Negara, segala informasi yang akan disampaikan oleh sebuah pers harus disetujui
oleh Negara, ini menyebabkan para jurnalis atau wartawan terbatasi, namun
barulah diadakan reformasi yang memberikan kebebebasan untuk memberikan
informasi sesuai kenyataannya, tetapi pada zaman reformasi ini para media
terjebak oleh kapitalisme, dimana pemegang sebuah lembaga pers sebut saja media
elektronik dipegang oleh orang-orang yang terlibat dalam politik, sehingga mau
tidak mau terjadi keberpihakan sesuai dengan yang diinginkan pemilik dari media
tersebut.
Lalu
ketika dikatakan bahwa media harusnya netral, terjadi sebuah dilema perang
bathin dalam hati para wartawan , karena berita yang mereka buat tidak sesuai
dengan nurani mereka, disebabkan
intervensi dari atasan. Mas Erik dalam hal ini mengalami hal tersebut, bahkan
tidak hanya dia tetapi pimpinan redaksinya pun ada yang mengundurkan diri
karena tidak kuat melawan nurani mereka, mas Erick sendiri sudah membuat berita
sesuai dengan kaidah –kaidah pers tetapi ketika sudah naik terjadi perubahan
atau penyalinan, bahkan berita yang ia buat tidak naik-naik.
Tentu
ketika media melakukan hal yang seperti itu maka harus ditegur, dalam hal ini
komisi penyiaran Indonesia dan masyarakat sipil harus berpartisifasi.
Mas amir
menambahkan bahwa kita itu berada dalam naungan demokrasi , yang tentunya kita
memiliki freedom of expression, freedom of speech , freedom of press,
tetapi memenuhi semua dari kebebasan tersebut tidak cukup, kita akan kembali
kepada keotoriteran, untuk itu diperlukan diversity atau keberagaman
dalam hal kepemilikan dari sebuah media, contohnya di jakarta satu stasiun TV harus dipegang oleh satu
orang.
Melihat
media yang sudah carut –marut seperti ini maka bagaimana peran atau gerakan
dari mahasiswa di dalam menyikapi permasalahan ini?
Mas Arip
mengatakan bahwa mahasiswa sudah melakukan gerakan –gerakan seperti demonstrasi
tapi yang diangkat oleh media itu bentroknya bukan kenapa ia bergerak, sehingga
masyarakat menjadi berfikir negative kepada mahasiswa.
Untuk
itu sekali lagi regulator harus tegas dan harus ada class action, selain itu
salah satu narasumber menambahkan bahwa kita harus berfikir seperti media
dalam merespon hal yang seperti ini. Sementara
Mas Erick mengatakan masyarakat harus jeli di dalam menonton berita atau media.
Mas Arif
mengatakan masyarakat yang pintar tidak selesai menonton satu berita di salah
satu stasiun tv tetapi menonton bermacam media sebagai pengimbang, misalnya
disini kita ketahui Metro TV atau TV One yang berpihak pada calon tertentu ,
maka imbangi dengan menonton stasiun TV lainnya seperti SCTV TVRI, dan
sebagainya.
Mas amir
menambahkan kita harus mengenal media ,kita harus kritis melihat berita
tersebut, tontonlah media yang netral, lihat semua media .
Terakhir
ketika ditanya tentang media berpolitik Mas Amir mengatakan bahwa politik media
hanya satu yaitu mengabdi kepada publik dan menjaga indepedensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar